Pendidikan Karakter
Permasalahan bangsa Indonesia begitu kompleks, di semua lini, tidak
terkecuali di dunia pendidikan. Istilah pendidikan karakter pun
mengemuka, membawa secercah harapan untuk mengikis krisis karakter yang
ditenggarai menjadi akar berbagai permasalahan yang muncul. Karakter
masih dianggap sebagai hal yang menyertai dinamika kehidupan
bermasyarakat. Ketika terjadi kasus pelajar menyiram air keras di dalam
bus sehingga belasan penumpang menderita luka bakar, arti pentingnya
pendidikan karakter pun mencuat. Ketika ada seorang ketua lembaga tinggi
negara tertangkap tangan menerima suap, pendidikan karakter kembali
dikambinghitamkan. Bahkan ketika timnas U-19 menjuarai piala AFF 2013
dan lolos kualifikasi piala Asia 2014, lagi-lagi pendidikan karakter
menjadi jawaban atas keberhasilan tersebut.
Pendidikan karakter tertuang dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yang menyebutkan bahwa
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan
karakter adalah proses pewarisan budaya pada generasi muda untuk
membentuk kepribadian sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir,
bersikap dan bertindak. Pendidikan karakter merupakan gambaran tentang
kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh satuan
pendidikan, serta menjadi dasar dalam mengembangkan pendidikan 18
karakter kebangsaan yang sudah dicanangkan pemerintah.
Dalam kurikulum 2013 yang baru digulirkan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI, pendidikan karakter kembali menjadi sorotan. Pendidikan
karakter yang sudah dikenalkan dalam KTSP, diartikulasikan dengan lebih
kuat dalam kurikulum 2013. Kelemahan pendidikan karakter yang
pengajarannya cenderung bersifat kognitif dan menambah pengetahuan,
bahkan bersifat indoktrinasi, tidak mencerdaskan dan tidak membuat
peserta didik berkembang sudah mulai diperbaiki. Keteladanan dan
pembiasaan yang implementatif sudah lebih dimunculkan. Salah satu upaya
perbaikan adalah dengan mengintegrasikan pendidikan karakter dalam salah
satu kegiatan ekstra kurikuler, yaitu gerakan pramuka.
Sumber : http://purwoudiutomo.com/category/artikel-pendidikan/page/3/
0 komentar